Kenangan Masa Kecil yang Dihapus Gentrifikasi

Tentang hilangnya ruang bermain masa kecil karena pembagian lahan dan gentrifikasi di desa.
ilustrasi Masa Kecil

Kami pernah punya ruang luas untuk berlari.

Bukan lapangan resmi, bukan taman kota, tapi sebidang tanah pekarangan milik seorang yang sudah lumayan sepuh. Ukurannya hampir setengah lapangan di depan balai desa kami—cukup untuk main bola plastik, kejar-kejaran, atau sekadar duduk di bawah pohon sambil mengupas mangga.

Pekarangan itu adalah surga kecil kami. Tidak ada pagar, tidak ada larangan. Pemiliknya hanya tersenyum dari teras ketika kami berteriak terlalu keras, atau pura-pura tidak melihat saat ada yang memetik bunga di sudut halaman.

Sekarang, surga itu tinggal cerita. Lahan yang dulu terasa tak berbatas kini menyisakan gang sempit, gang yang kalau dilalui dua orang harus bergantian. Tanahnya sudah dibagi menjadi warisan untuk anak-anaknya yang banyak. Masing-masing bagian didirikan rumah, rapat berdempetan, menutup langit yang dulu kami pandangi sambil menunggu giliran bermain.

Tak ada lagi tempat untuk lari, kecuali lari dari kenangan itu sendiri.

Dan seperti banyak hal lain di desa ini, pekarangan itu berubah bukan karena kami ingin, tapi karena waktu berjalan—membawa harga tanah yang naik, kebutuhan yang mendesak, dan keputusan yang tak bisa dihindari.

Gentrifikasi di tempat kecil tidak selalu datang lewat gedung tinggi atau kafe mahal. Kadang ia datang diam-diam, lewat pembagian tanah keluarga, lewat rumah-rumah baru yang tumbuh rapat, dan lewat hilangnya ruang bermain yang tak pernah kami pikir akan hilang.

Yang paling menyedihkan adalah melihat wajah desa yang dulu terasa akrab, perlahan berubah menjadi potongan-potongan tak saling kenal. Rumah-rumah rapat tanpa halaman, jalan-jalan yang hanya cukup untuk dilalui satu orang, dan suara anak-anak yang makin jarang terdengar.

Kini, kenangan kami tersimpan di ruang yang tak lagi nyata. Bentuk tanahnya memang sama, tapi rasanya tak lagi luas. Yang lapang hanya tinggal dalam ingatan—terlalu besar untuk disimpan, tapi terlalu sempit untuk diulang.

Karena pada akhirnya, gentrifikasi bukan hanya soal hilangnya rumah atau tanah, tapi hilangnya bagian dari diri kita yang pernah hidup di sana. Dan itu, tak ada harga tanah yang bisa menggantinya.

© khafi.id